Penyanyi solo wanita, Syahrini membuat ramai sosial media dengan penjualan mukena seharga Rp 3,5 juta per potong. Uniknya meskipun harga yan...
Penyanyi solo wanita, Syahrini membuat ramai sosial media dengan penjualan mukena seharga Rp 3,5 juta per potong. Uniknya meskipun harga yang dibanderol sangat mahal, mukena tersebut sudah laku hingga 5.000 potong.
Menanggapi hal tersebut, peneliti CSIS, Fajar B Hirawan menjelaskan memang tak hanya di Indonesia di luar negeri juga terjadi tren membeli barang mahal dari artis atau publik figur yang terkenal.
Menurut dia, fenomena ini terjadi karena adanya irasionalitas dalam ekonomi. Ada dua hal yang mempengaruhi hal itu yakni present bias atau mengonsumsi barang untuk memuaskan diri dalam jangka pendek tanpa memikirkan biaya yang mungkin terjadi dalam jangka panjang.
"Kemungkinan kedua adalah lack of control atau mengonsumsi barang lebih banyak atau yang tidak penting," ujar Fajar saat dihubungi detikFinance, Kamis (30/5/2019).
Dia menambahkan, hal ini biasanya terjadi pada masyarakat berpendapatan menengah atau masyarakat yang baru naik kelas pendapatannya ke menengah atas.
"Gaya hidup juga mempengaruhi perilaku konsumsi seperti ini. Ditambah masyarakat yang terinspirasi dengan suatu sosok atau figur yang memang menjadi panutan atau role model dalam kehidupannya," kata dia.
Sebelumnya diberitakan, Syahrini menjual mukena berlogo Syr dan berlapis emas 24 karat. Syahrini menyebut model mukena ekslusif dan tidak dijual di manapun.
Akibat ramainya penjualan tersebut Syahrini dibidik oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk penghitungan pajak pertambahan nilai (PPN) dari penjualan mukena.
Misalnya penjualan mukena 5000 buah @ Rp. 3,5 juta. Rp. 3.500.000 x 5000 = Rp. 17,5 miliar. PPN 10% = Rp. 1,75 miliar.
Apakah Ditjen Pajak akan memanggil Syahrini terkait kepatuhan pajaknya? Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga mengatakan hal itu menjadi kebijakan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) wilayah Syahrini terdaftar sebagai wajib pajak (WP).
"Kalau seperti itu urusannya KPP yang mengadministrasikan, melayani, dan mengawasi," kata Hestu saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Rabu (29/5/2019).
Menurut Hestu, langkah akun Twitter @DitjenPajakRI mengunggah perhitungan pembayaran pajak hasil jualan mukena untuk edukasi atau informasi kepada seluruh wajib pajak, karena di dalam setiap transaksi terdapat PPN yang harus dibayar.
Menanggapi hal tersebut, peneliti CSIS, Fajar B Hirawan menjelaskan memang tak hanya di Indonesia di luar negeri juga terjadi tren membeli barang mahal dari artis atau publik figur yang terkenal.
Menurut dia, fenomena ini terjadi karena adanya irasionalitas dalam ekonomi. Ada dua hal yang mempengaruhi hal itu yakni present bias atau mengonsumsi barang untuk memuaskan diri dalam jangka pendek tanpa memikirkan biaya yang mungkin terjadi dalam jangka panjang.
"Kemungkinan kedua adalah lack of control atau mengonsumsi barang lebih banyak atau yang tidak penting," ujar Fajar saat dihubungi detikFinance, Kamis (30/5/2019).
Dia menambahkan, hal ini biasanya terjadi pada masyarakat berpendapatan menengah atau masyarakat yang baru naik kelas pendapatannya ke menengah atas.
"Gaya hidup juga mempengaruhi perilaku konsumsi seperti ini. Ditambah masyarakat yang terinspirasi dengan suatu sosok atau figur yang memang menjadi panutan atau role model dalam kehidupannya," kata dia.
Sebelumnya diberitakan, Syahrini menjual mukena berlogo Syr dan berlapis emas 24 karat. Syahrini menyebut model mukena ekslusif dan tidak dijual di manapun.
Akibat ramainya penjualan tersebut Syahrini dibidik oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk penghitungan pajak pertambahan nilai (PPN) dari penjualan mukena.
Misalnya penjualan mukena 5000 buah @ Rp. 3,5 juta. Rp. 3.500.000 x 5000 = Rp. 17,5 miliar. PPN 10% = Rp. 1,75 miliar.
Apakah Ditjen Pajak akan memanggil Syahrini terkait kepatuhan pajaknya? Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga mengatakan hal itu menjadi kebijakan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) wilayah Syahrini terdaftar sebagai wajib pajak (WP).
"Kalau seperti itu urusannya KPP yang mengadministrasikan, melayani, dan mengawasi," kata Hestu saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Rabu (29/5/2019).
Menurut Hestu, langkah akun Twitter @DitjenPajakRI mengunggah perhitungan pembayaran pajak hasil jualan mukena untuk edukasi atau informasi kepada seluruh wajib pajak, karena di dalam setiap transaksi terdapat PPN yang harus dibayar.
Kuliah Beasiswa...?? Klik Disini
Gambar : TribunBatam.id
Sumber : Finance.detik.com
ليست هناك تعليقات