Jakarta, CNN Indonesia -- Wasit perempuan asal Prancis, Stephanie Frappart, akan memimpin laga Piala Super Eropa antara Liverpool vs Chelsea...
Jakarta, CNN Indonesia -- Wasit perempuan asal Prancis, Stephanie Frappart, akan memimpin laga Piala Super Eropa antara Liverpool vs Chelsea di Vodafone Park, Istanbul, Turki, Rabu (14/8).
Pada laga ini, Frappart bukanlah satu-satunya perempuan dalam jajaran perangkat. Ia akan didampingi rekan senegaranya, Manuela Nicolosi dan Michelle O'Neill, dari Irlandia sebagai asisten wasit.
Sebelumnya, ketiga wanita ini sudah pernah bekerja sama dalam memimpin laga Piala Dunia wanita yang mempertemukan Amerika Serikat dengan Belanda pada 7 Juli lalu.
Frappart juga telah mengukir sejarah dengan ditunjuk untuk memimpin jalannya pertandingan Ligue 1 antara SC Amiens dan RC Strasbourg pada bulan April.
Mempunyai modal memimpin laga sekelas Ligue 1 dan Piala Dunia Wanita ternyata tak membuat Frappart bisa tenang dalam memimpin Piala Super Eropa mendatang.
"Tekanannya berbeda, saya tahu betul bahwa orang-orang akan menunggu untuk melihat bagaimana saya memimpin pertandingan," ujar Frappart dikutip dari The Guardian.
Selain Frappart, nama Nicole Petignat juga pernah menjadi wasit pertama yang memimpin pertandingan kompetitif Eropa pada kualifikasi Liga Europa 2004 silam.
Frappart mengaku bahwa memimpin pertandingan pemain pria bukanlah hal yang mudah, terlebih jika menggunakan pendekatan yang berbeda karena takut disalahartikan.
"Di lapangan saya selalu menjaga jarak dari para pemain," kata Nicole.
"Saya menggunakan kewanitaan saya untuk mendukung keputusan, misalnya senyum. Saya tidak bisa membiarkan orang berpikir saya mengirim pesan ganda, " ujar wasit wanita asal Swiss tersebut pada tahun 2008 lalu.
Kompleksnya jalannya pertandingan yang dilakukan para pesepakbola pria membuat Frappart pernah merasa tidak dihargai dengan alasan bahwa dia adalah wanita.
Pada Oktober 2015, manajer Valenciennes, David Le Frapper pernah mencerca Frappart atas keputusannya yang tidak menghadiahkan penalti untuk timnya saat bermain imbang 0-0.
Namun terlepas dari itu semua, kinerja Frappart di lapangan menuai respons positif dari berbagai tokoh. Banyak yang menilai wasit berusia 35 tahun tersebut layak memimpin laga penting.
"Sejujurnya kami mempelajari setiap gerakannya pada saat ia memimpin laga SC Amines dan RC Strasboug yang berakhir imbang 0-0. [Kami] mencatat apa yang dia lakukan, dari mulai cara dia memeriksa lapangan, pemanasannya dengan dua asistennya, gerakan diagonal, formalitas, keputusan pertamanya ketika pelanggaran diberikan terhadap Sehrou Guirassy dan seterusnya sampai setelah beberapa saat, kami lupa tentang dia. Kami tidak lagi melihatnya dan kami tidak mengawasinya yang menandakan bahwa ia adalah wasit terbaik," tulis jurnalis L'Equipe, Yohann Hautbois.
Frappart yang juga pernah memimpin Ligue 2 mendapatkan komentar positif dari gelandang AS Orlenas, Pierre Bouby.
"Dia adalah wasit terbaik di Ligue 2, suaranya tenang tapi dia memiliki karisma. Dia menggunakan kata-kata yang tepat. Dia dapat menjelaskan, dia diplomatis dan Anda dapat berbicara dengannya. Dia tidak berusaha menjadikan dirinya pusat perhatian. Dia berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk pertandingan," ujar Bouby.
Manajer Lille, Christophe Galtier juga memiliki pandangan yang serupa. Ia berkata kepada media Prancis bahwa Frappart adalah sosok yang diplomatis.
"Dia sangat diplomatis. Dan ketika Anda adalah seorang manajer dan dipimpin oleh seorang wasit pria yang memberikan tekanan, Anda akan mudah menjadi frustrasi, tetapi dia hanya menanggapi keluhan dengan senyum atau gerakan untuk membuat Anda berhenti," ujar Galtier.
Frappart saat ini terus meniti kariernya sebagai juru kunci jalannya pertandingan. Piala Super Eropa 2019 ini bisa menjadi salah satu pencapaian terbaik dalam kariernya.
"Senang sekali menunjukkan bahwa itu mungkin," kata Frappart pada Juni lalu.
"Gadis-gadis muda melihatku di TV dan tahu bahwa itu mungkin. Saya harap pencapaian saya ini akan membuat mereka tergerak agar mereka mau mengejar impiannya," tutur Praffart.
Pada laga ini, Frappart bukanlah satu-satunya perempuan dalam jajaran perangkat. Ia akan didampingi rekan senegaranya, Manuela Nicolosi dan Michelle O'Neill, dari Irlandia sebagai asisten wasit.
Sebelumnya, ketiga wanita ini sudah pernah bekerja sama dalam memimpin laga Piala Dunia wanita yang mempertemukan Amerika Serikat dengan Belanda pada 7 Juli lalu.
Frappart juga telah mengukir sejarah dengan ditunjuk untuk memimpin jalannya pertandingan Ligue 1 antara SC Amiens dan RC Strasbourg pada bulan April.
Mempunyai modal memimpin laga sekelas Ligue 1 dan Piala Dunia Wanita ternyata tak membuat Frappart bisa tenang dalam memimpin Piala Super Eropa mendatang.
"Tekanannya berbeda, saya tahu betul bahwa orang-orang akan menunggu untuk melihat bagaimana saya memimpin pertandingan," ujar Frappart dikutip dari The Guardian.
Selain Frappart, nama Nicole Petignat juga pernah menjadi wasit pertama yang memimpin pertandingan kompetitif Eropa pada kualifikasi Liga Europa 2004 silam.
Frappart mengaku bahwa memimpin pertandingan pemain pria bukanlah hal yang mudah, terlebih jika menggunakan pendekatan yang berbeda karena takut disalahartikan.
"Di lapangan saya selalu menjaga jarak dari para pemain," kata Nicole.
"Saya menggunakan kewanitaan saya untuk mendukung keputusan, misalnya senyum. Saya tidak bisa membiarkan orang berpikir saya mengirim pesan ganda, " ujar wasit wanita asal Swiss tersebut pada tahun 2008 lalu.
Kompleksnya jalannya pertandingan yang dilakukan para pesepakbola pria membuat Frappart pernah merasa tidak dihargai dengan alasan bahwa dia adalah wanita.
Pada Oktober 2015, manajer Valenciennes, David Le Frapper pernah mencerca Frappart atas keputusannya yang tidak menghadiahkan penalti untuk timnya saat bermain imbang 0-0.
Namun terlepas dari itu semua, kinerja Frappart di lapangan menuai respons positif dari berbagai tokoh. Banyak yang menilai wasit berusia 35 tahun tersebut layak memimpin laga penting.
"Sejujurnya kami mempelajari setiap gerakannya pada saat ia memimpin laga SC Amines dan RC Strasboug yang berakhir imbang 0-0. [Kami] mencatat apa yang dia lakukan, dari mulai cara dia memeriksa lapangan, pemanasannya dengan dua asistennya, gerakan diagonal, formalitas, keputusan pertamanya ketika pelanggaran diberikan terhadap Sehrou Guirassy dan seterusnya sampai setelah beberapa saat, kami lupa tentang dia. Kami tidak lagi melihatnya dan kami tidak mengawasinya yang menandakan bahwa ia adalah wasit terbaik," tulis jurnalis L'Equipe, Yohann Hautbois.
Frappart yang juga pernah memimpin Ligue 2 mendapatkan komentar positif dari gelandang AS Orlenas, Pierre Bouby.
"Dia adalah wasit terbaik di Ligue 2, suaranya tenang tapi dia memiliki karisma. Dia menggunakan kata-kata yang tepat. Dia dapat menjelaskan, dia diplomatis dan Anda dapat berbicara dengannya. Dia tidak berusaha menjadikan dirinya pusat perhatian. Dia berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk pertandingan," ujar Bouby.
Manajer Lille, Christophe Galtier juga memiliki pandangan yang serupa. Ia berkata kepada media Prancis bahwa Frappart adalah sosok yang diplomatis.
"Dia sangat diplomatis. Dan ketika Anda adalah seorang manajer dan dipimpin oleh seorang wasit pria yang memberikan tekanan, Anda akan mudah menjadi frustrasi, tetapi dia hanya menanggapi keluhan dengan senyum atau gerakan untuk membuat Anda berhenti," ujar Galtier.
Frappart saat ini terus meniti kariernya sebagai juru kunci jalannya pertandingan. Piala Super Eropa 2019 ini bisa menjadi salah satu pencapaian terbaik dalam kariernya.
"Senang sekali menunjukkan bahwa itu mungkin," kata Frappart pada Juni lalu.
"Gadis-gadis muda melihatku di TV dan tahu bahwa itu mungkin. Saya harap pencapaian saya ini akan membuat mereka tergerak agar mereka mau mengejar impiannya," tutur Praffart.
sumber:
ليست هناك تعليقات